Senin, 07 Juli 2014

sejarah pemikiran tokoh islam



I.                    
Imam empat serangkai adalah imam-imam mazhab fiqih dalam islam. Mereka imam-imam bagi mazhab empat yang berkembang dalam islam. Mereka terkanal sampai kepada seluruh umat di zaman yang silam dan sampai sekarang. Mereka itu adalah:
1.      Abu Hanifah Annu’man
2.      Malik bin Anas
3.      Muhammad Idris Asy-Syafi’i
4.      Ahmad bin Muhammad bin Hambal
Karena pengorbanan dan bukti mereka yang besar terhadap agama islam yang maha suci, khususnya dalam bifang imnu fiqih mereka telah sampai ke peringkat atau kedudukan yang baik dan tinggi dalam islam. Peninggalan mereka merupakan amalan ilmu fiqih yang besar dan abadi yang menjadi kemegahan bagi agama Islam dan kaum Muslimin umumnya.

II.                RUMUSAN MASALAH
A.  Bagaimana sejarah pemikir tokoh islam Abu Hanifah Annu’man ?
B.  Bagaimana sejarah pemikir tokoh islam Malik bin Anas ?
C.  Bagaimana sejarah pemikir tokoh islam Muhammad Idris Asy-Syafi’i ?
D.  Bagaimana sejarah pemikir tokoh islam Ahmad bin Muhammad bin Hambali

III.             PEMBAHASAN
A.    Abu Hanifah Annu’man
Mazhab hanafi adalah mazhab tertua diantara empat mazhab ahlus sunah wal jama’ah yang populer. Pendirinya bernama Imam Abdul Hanifah An-Nu’man bin Tsabit bin Zutha At-tamimiy, terkenal dengan Sebutan Imam Ahli  Al-Ra’yi ( imam ahli logika ). Seorang non arab yang dilahirkan di kuffah tahun 80 H pada khalifah Abdul Malik bin Marwan ( dinasti umayyah). Beliau tumbuh dan berkembang dalam keluarga pedagang pakaian dan memiliki pemahaman yang sangat baik terhadap agama, terutama sejak ayah beliau bertemu dengan sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib dan didoakan keberkahan keluarganya.
Imam Abu Hanifah sangat giat menghafalkan Al-Qur’an sejak kecil dan setelah itu menghafal As-sunnah untuk memperdalam agamanya, ditanah kelahirannya, Kuffah, beliau belajar dan menyususn madzhabnya. Disana pula beliau pandai memberikan fatwa kepada setiap lapisan kaum muslimin, sehingga beliau menjadi seorang alim yang mahir mengistinbatkan hukum dari Al-Qur’an dan sunnah.
Menurut riwayat belliau adalah seorang wadi’ atau penyususn ilmu fiqh. Beberapa ulama’ (murid-murid beliau ) mempelajari mazhab beliau kemudian memerikasa dan menyelidiki hukum-hukum tadi dengan dalil-dalil, serta menyesuaikan dengan keadaan-keadaan, kefaedahan dan kemudharatannya. Mereka inilah yang dinamakan sahabat-sahabat Imam Abu Hanifah, antara lain Abu Yususf, Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani, Zufan bin Al Huzail dan Al-Hasan bin Zaid Al-Lu’lu’i
1.      Setting sosial budaya
Latar belakang metropolis sangat nampak dalam hasil penentuan hukum islam dimasa Imam Abu Hanifah. Hal ini dipengaruhi kondisi sosial di kuffah yang kurang, tentang pembendaharaannya ilmu hadist. Disamping itu, kuffah sebagai kota berada ditengah kebudayaan persia yang masyarakatnya sudah mencapai peradaban yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, banyak muncul problema agama masyarakat yang memerlukan penetapan hukum, serta banyak pemalsuan hadist yang menyulitkan Imam Abu Hanifah dalam penetapan hukum, maka beliau dalam menetapkan hukum islam banyak menggunakan ra’yi (logika).[1]
2.      Setting politik
Kondisi dan situasi irak berada dari mekah, struktuk sosial, budaya, dan politiknya serta kebudayaan yang berlainan. Politik irak berada dibawah kekuasaan despotisme. Sedngkan Madinah semasa nabi dan Khulafa’ Ar-Rasyidin berada dibawah kekuasaan demokratis, hadist-hadist yang banyak menyelesaikan masalah di Madinah dan Mekah, hampir tidak ada atau sedikit yang dapat memecahkan masalah sosial seperti irak. Sang imam sebagai seorang yuridis yang relistis  memandang hukum bukan sekedar penerapan ketentuan yang telah ada secara dogmatis, tetapi harus menimbulkan ketenangan sosial dan ketertiban.
Pandangan Imam Abu Hanifah terkenal dengan pandangan yang merdeka dan liberal. Karena cara pandang dan pemikiran beliau tersebut , mazhab ini dijadikan sebagai mazhab resmi dinasti Abbasiyah selama lebih dari lima abad dan ditetapkan pula pada setiap negara islam yang berada pada kekuasaan khilafah.
3.      Metode keilmuan
Imam Abu Hanifah berguru kepada seorang ulama ahlu ar-rayu terkemuka pada zamannya, yaitu Hammad bin Sulaiman, yang mempunyai silsilah belajar fiqh dari Ibrahim An-Nakha’i dari ‘Alqamah An Nakha’i dari ‘Abdullah bin Mas’ud . beliau juga belajar dengan tabi’in seperti Atha’ bin Rabbah dan Nafi’, pembantu Ibnu ‘Umar bin khattab, fiqh ibnu ‘Abbas, fiqh ‘ali bin Abi Thalib dab fiqh ‘Abdullah.[2]
Setelah hammad bin sulaiman wafat pada tahun 120 H, beliau duduk menggantikan sang guru dalam majelis kajiannya. Gaya pengajarannya bersifat dialog, dengan cara inilah mazhab Hanafi berdiri atas dasar metode diskusi, analisis, observasi ‘illat dan menelaah dalil.
4.      Metode istinbat yang digunakan
Imam Abu Hanifah, sebagai pelopor madrasah ra’yu sendiri memiliki manhaj tersebdiri dalam mengistinbatkan hukum. Beliau pernah berkata, “saya mengambil dari kitab Allah, jika tidak ada dari rasulullah dan jika tidak ada keduanya saya akan mengambil pendapat sahabat, saya memilih salah satu dan meninggalkan yang lain, dan jika sudah samapai berada kependapat Ibrahim, Asy-Sya’bi, Al Hasan, Ibn Sirin, dan Al Mussayib maka saya akan berijhtihad seperti meraka berijhtihad.[3]
Pendirian Abu hanifah sebagaimana hanafiayah adalah mengambil dari orang kepercayaan dan lari dari keburukan, memperhatikan muamalah manusia dan hal hal yang telah mendatangkan maslahat bagi urusan mereka. Ia menjalankan urusan asas Qiyas. Apabila qiyas tidak baik dilakukan, ia kembali kepada urf’ masyarakat. Dan mengamalkan hadist yang terkenal yang diijmakan para ulama, iya meng-qiyas-kan sesuatu pada hadist itu selama qiyas masih dapat dilakukan, kemudian ia kembali pada istihsan, memilih diantara keduanya yang paling tepat.[4]
Dalam penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa manhaj Imam Abu Hanifah dalam mengistinbatkan hukum adalah sebagai berikut :
a.       Al-Qur’an, sebagai sumber utama syari’at dan kepadanya dikembalikan senua hukum yang ada.
b.      Sunnah, sebagai penjelas kandungan Al-Qur’an.
c.       Pendapat sahabat. Para sahabat hidup satu jaman dengan rosulullah SAW. Mereka lebih memahami sebab turunya ayat, kesesuaian setiap ayat dan hadist, dan merekalah yang membawa ilmu rosulullah kepada umatnya.
d.      Qiyas, jika tidak ada nash Al-Qur’an atau sunnah atau ucapan sahabat ,beliu mneggali illat dan jika menemukannya ia akan mengujinya terlebih dahulu, lalu menetapkan dan menjawab permasalahan yang terjadi dengan penerapan illat yang ditemukan.
e.       Al-istihsan, yaitu meninggalkan qiyas dzohir dan mengambil hukum yang lai, karena qiyas dzohir terkadang tidak dapat diterapkan dalam sebagian masalah. Oleh karena itu, perlu mencari illat lain dengan cara qiyas khaafi, atau karena qiyas dzohir bertentangan dengan nash sehingga haris di tinggalkan.
f.       Ijma, yang menjadi hujjah berdasarkan kesepakatan ulama walaupun mereka berpendapat apakah ijma ini pernag ada setelah rosulullah Saw.
g.      Al ‘urf ( adat istiadat) , yaitu perbuatan yang baik yang sudah menjadi kebiasaan kau muslimin dan tidak ada nash yang mengaturnya.  
B.     Malik bin Anas
Imam malik adalah imam yang kedua dari imam-imam empat serangkai dalam Islam dari segi umur. Ia di lahirkan tiga belas tahun setelah kelahiran Abu Hanifah. Imam Malik dilahirkan pada zaman pemerintahan Al-Wahid bin Abdul Malik Al-Umawi. [5]
Nama lengkap imam malika adalah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amru bin Ghaiman bin Hutail bin Amru bin Al-Haris. Beliau pendukung Bani Tamin bin Murrah.
Imam Malik dilahirkan disuatu tempat yang dinamakan Zulmarwah di sebelah utara ‘Al-Madinatul-Munawaroh’ kemudian beliau tinggal di ‘Al-akik’ untuk sementara waktu sebelum akhirnya beliau menetap di Madinah.
Perselisihan antara ahli sejara mengenai tarikh kelahiran Imaam Malik terjadi sejak dulu kala. Beberapa ahli sejarah berpendapat bahwa ia lahir pada tahun 90, 94, 95, dan 97H. Sebagian ahli sejarah mengatakan Ibu Malik mengandungnya selama dua tahun, namun ada pula yang mengatakan tiga tahun. [6]
Imam Malik adalah Imam dari kota Madinah dan Imam bagi penduduk Hijazen. Ia salah seorah dari ahli fiqih yang terakhir bagi fuqoha Madinah. Beliau adalah seorag yang tinggi, hidungnya mancung, matanya biru, da jenggotnya panjang. Beliau juga memiliki perangai yang baik, cerdas, cepat hafal dan faham Al-Qur’an sejak masa kecilnya. [7]
Beliau berumur hampir 90 tahun, ia meninggal dunia pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid dimasa pemerintahan Abbasiyyah. Beliau mengalami sakit selama duapuluh hari kemudian meninggal dunia di Madinah yaitu pada tanggal 14 bulan Rabi;ul awal tahun 179 hijriah. Ada juga pendapat mengatakan beliau meninggal dunia pada 11, 13, dan 14 bulan rajab. Imam Malik dikebumikan di tanah perkuburan Al-Baqi’.
Ayah imam Malik tidak disebutkan dalam buku-buku sejarah. Apa yang diketahui, beliau tinggal di suatu tempat bernama Zulmarwah, nama suatu tempat di padang pasir di sebelah utara Al-Maidah. Ayah imam malik bukan seorang yang bukan seorang yang biasa menuntut ilmu. Walaupun demikian, beliau mempelajari hadist-hadist Rosulullah. Beliau bekarja sebagai pembuat panah sebagai sumber nafkah bagi hidupnya. Sedangkan ibu Imam Malik bernama Al-Ghalit binti Syarikbin Abdul Rahman bin Syarik Al-azdiyyah. Dan ada pula yang mengatakan ibu imam malik bernama Talhah, tetapi dia lebih terkenal dengan nama yang pertama.
Imam Malik menikah dengan seorang hamba (amah), beliau tidak menikah dengan perempuan yang merdeka (hurrah). Beliau memiliki 4 orang anak, tiga orang laki-laki yaitu : Muhammad, Hamad, dan yahya dan satu anak perempuan bernama Fatimah yang memiliki gelar “Umul Mu’min”
1.      Setting sosial budaya
Imam Malik semasa hidupnya sebagai pejuang demi agama dan umat islam seluruhnya. Beliau dilahirkan pada pemerintahan Al-Wahid bin Abdul Malik Al-Umawi dan meninggal dunia pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid domasa pemerintahan Abassiyah. Zaman hidup imam malik sama dengan Abu hanifah.
Semasa hidupnya imam malik mengalami dua corak pemerintahand Ummayah dan Abbassiyah dimana terjadi perselisihan hebat diantara kedua pemerintahan tersebut. Dimasa itu pengaruh ilmu pengetahuan Arab, Persi, dan Hindi tumbuh subur dikalangan masyarakat pada waktu itu.
Beliu juga dapat melihat perselisihan antara pro-Abbassiyah dan pro-‘Alwiyyin dan juga orang Khawarij, dan juga perselisihan antara golongan syi’ah dan golongan Ahli-Sunnah dan Orang  khawarij. Disamping itu pula beliau menyaksikan percampuran antr bangsa dan keturunan yaitu orang Arab , Persi, Rom, dan Hindi.
Bermacam-macam pula perubahan yang terjadi, seperti dibidang pertanian, perniagaan, pertukangan dan macam-macam corok kehidupan yang mana semuanya menggunakan dalih yang menurut kacamata agams dan hukum-hukum fiqih inilah permulaan penyusun ilmu hadist, fiqih dan masalah ilmu-ilmu hukum.
Pada mulanya, imam malik bercita-cita menjadi seorang penyanyi. Ibunya menasehati supaya beliau meninggalkan cita-citanya dan meminta beliau mempelajari ilmu fiqih. Beliau menerima nasehat ibunya dengan baik. Ibunya mengetahui cita-cita beliau sedemikian, ibunya memberitahukan kepadanya bahwa penyanyi yang mukanya tidak bagus tidak disenangi oleh orang banyak. Oleh karena itu, ibunya meminta beliau mempelajari ilmu fiqih saja. Tujuan ibunya berkata sedemikan adalah hendak mencegah imam malik menjadi seorang penyanyi, karena apa yang di ketahui Ima malik adalah terkenal dengan wajahnya yang tampan.
Sebagaimana orang lain juga, setelah Imam Malik menginjak remaja, beliau mendapatkan kemudahan dalam kebutuhan hidupnya. Beliau sering mendapat bantuan yang berupa derma sehinnga Harun Al-Rasyid pernah memberikan derma kepadanya tiga ribu dinar. Sebelum beliau hanya memiliki sebanyak empat ratus dinar saja. Dan uang ini digunakan sebagai modal untk perniagaannya. Beliau tidak berniaga sebdiri, tetapi beliau memberi modal kepada seorang pedagang dengan membagi keuntungan yang didapatnya  (Al-Mudaa-rabah). Seletah kaya beliau memakai pakaian yang mahal , beliau juga memakai wangi-wangian yang baik dan memakai sebentuk cincin

2.      Setting politik
Imam Malik tidak membenarkan masyarakat menuduh Sahabat Rasul ( yang pada masa itu telah banyak berkembang dalam masyarakat), baik oleh golongan khawarij yang menuduh Utsman, Ali, Amar Ibn Ash, Muawiyah dan lain-lain telah menjadi kafir, maupun golongan syiah mencela Abu Bakar dan UtSman beliau berkata: “jika di Madinah berkembang penisstaan terhadap para sahabat, wajiblah kita keluar dari Madinah itu, jika tidak dapat menolongnya”.
Dalam bidang politik imam malik tidak banyak bicara . beliau tidak ingin mencampuri persengkatan dan perselisihan. Kita hanya menemukan pendiria-pendirian beliau secara tidak rinci dalam sebagian ucapannya dan sikapnya. Dalam pada itu dapat kita lihat pendapat beliau, bahwa khalifah itu tidak harus dipegang oleh keluarganya hasyimi (Alawi), dan jalan memilih khalifah menurut imam malik adalah dengan jalan istikhlaf, asal yang menunjuk itu tidak dipengaruih oleh hawa nafsu, atau dengan dimusyawarahkan oleh panitian negara yang dibentuk untuk itu, dan pengangkatan itu dilakukan dengan bai’at kaum muslimin.
Menurut pendapat imam malik apabila seorang merebut kekuasaan, tetapi berlaku adil dan masyarakat senang menerimanya maka kita tidak boleh memberontak terhadapnya, kita harus mentaatinya. Tetapi jika tidak berlaku adil beliau tidak memperbolehkannya, beliau mengambil jalan maslahat dalam bidang politik dan menghindari bencana yang lebih besar.
Imam Malik memberi contoh-contoh pekerjaan yang baik yang dikerjakan oleh orang-orang terdahulu seperti umar bin Al-khatab. Beliau mengharapkan kepada khalifah supaya menuruti jejak langkah Umar. Beliau menambahkan kata-katanya, “sesungguhnya khalifah tidak berkesempatan untuk mengerjakan dan mengikuti pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh Umar tetapi hendajnya khalifah berjalan menuju kesatu haluan. Rakyat akan merasa puas dengan cara itu sekalipun ia tidak sama dengan taraf Umar.”[8]
Imam malik sangat menjunjung tinggi kepada hal ikhwal kehidupan seluruh manusia dan memperbaiki nasib-nasib mereka dan nyata kepada kita ialah dengan cara perbaikan tersendiri terhadap orang yang diberi nasihat. Ia menyeru supaya berhidmat untuk seluruh manusia seperti menolong orang yang membutuhkan pertolongan dan mengambil teladan kepada umar yang bekerja keras uang menolong fakir miskin dan mereka yang lapar di waktu kelaparan[9]
3.      Metode keilmuan
Imam Malik hafal Al-Qur’an dan Hadist-hadist Rasulullah SAW. Ingatannya sangat kuat dan sudah menjadi adat kebiasaannya apabila beliau mendengar hadis-hadist dari pada gurunya terus dikumpulkan dengan bilangan hadist-hadist yang pernah beliau pelajari. Di waktu Imam Malik menuntut ilmu, beliau mempunyai guru banyak. Kitab “Tazhibul-asma Wallughat” menerangkan bahwa imam malik pernah belajar kepada sembilan ratus syeh. Tiga ratus darinya dari golongan tabi’in dan enam ratus lagi dari tabi’it-Tabi’in. Mereka semua adalah orang-rang yang terpilih dan cukup dengan syarat-syarat yang dapat dipercaya dalam bidang agama dan hukum fiqih.
Imam Malik tidak menerima hadist (rawi) yang tidak diketahui tentang pengambilannya sekali pun pembawa hadistitu dari orang yang baik dalam bidang agama. Imam Malik pernah berguru dengan Abdul Rahman bin Harmuz Al-‘Araj selama kurang lebih tujuh tahun. Dalam masa tersebut beliau tidak pernah pergi belajar kepada guru yang lain. Beliau pernah memberi buah kurma kepada anak-anaknya Abdul Rahman dengan tujuan supaya mereka memberitahukan kepada mereka yang hendak datang menemui Imam Malik bahwa Imam Malik sedang sibuk. Tujuan beliau supaya syeh Abdul Rahman dapat mencurahkan waktu untuknya, dengan itu dapatlah beliau dengan leluasa mempelajari sebanyak yang beliau sukai. Kadangan beliau belajar dengan Syekh itu satu hari penuh. Syekh-syekhnya antara lain adalah Rabi’ah bin Abdul Rahman Farukh. Beliau berguru padanya ketika masih kecil. Sebagai buktinya ialah ucapan imam malik terhadap ibunya: “aku pergi dan aku menulis pelajaran.” Ibunya menyiapkan pakaian yang lengkap dengan kain sorban serta menyuruh beliau hadir kerumah Rabi’ah untuk belajar menulis. Ibunya meminta ia belajar ilmu ahlak dari Rabi’ah sebelum mempelajari ilmu-ilmu yang lain.
Diantara gurunya lagi ialah, Nafi’ Auili Abdullah, Ja’far bin Muhammad Albaqir, Muhammad bin Muslim Az-Zuhri, Abdul Rahman bin Zakuan, Yahya bin Said Al-Ansari, Abu Hazim Salmah bin Dinar, Muhammad bin Al-Munkadir, Abdullah bin Dinar dan masih banyak lagi tabi’in sebagai mana yang terangkai oleh An-Nawawi[10] . Imam Malik banyak mempelajari ilmu pengetahuan dalam waktu yang singkat. Beliau mulai mengajar ketika usianya tujuh belas tahun. Setelah imam Malik mengajar beberapa tahun, kemudian majlis pelajarannya didatangi olah pendengar-pendengar yang lebih banyak dari pendengar-pendengar di majlis Syekh Nafi.
Sebelum Imam malik menjadi guru beliau mendalami lebih dulu pelajaran sehinnga kadang kala beliau tidak tidur. Meskipun imam malim sudah menjadi orang alim dan seorang maha guru atau seorang sarjana dalam bidang ilmu pengetahuan, beliau juga tidak berhenti belajar. Bahkan beliau mengadakan pertemuan dengan mereka dari golongan ulama dan fuqaha yang datang kemadinah. Beliau bercakap-cakap dengan mereka dan bertukar pikiran ilmu pengetahuan. Imam Malik selalu berkumpul dengan ulama Madinah apabila ada waktu senggang. Beliau termasuk wakil dari kalangan ulama fuqaha dalam bidang agama dan ilmu-ilmu. Dan setelah itu , beliau sering mengkaji sendiri dalam semua permasalahan-permasalahan.
Kebanyakan imam-imam yang termashur pada zaman imam malik adalah murid beliau yang datang dari bebagai penjuru negeri. Oleh karena itu, ia tinggal di Madinah. Keadaan ini dapat memberi kesempatan yang baik kepada orang-orang naik haji dan menziarahi makam Rasulillah SAW. Menemui beliau. Disamping itu pula disebabkan umurnya sudah meningkat sembilan puluh tahub.          Murid-murid Imam Malik dari golongan Tabi’in yaitu :
a.         Az-Zuhri
b.         Ayub Asy-Syakh-Fiyani
c.         Abdul Aswad
d.         Rabi’ah bin abi Abdul Rahman
e.         Yahya bin Said Al-Ansari
f.          Musa bin ‘uqbah
g.         Hisyam bin Arwah

Karya imam malik yang terbesar ialah bukunya Al-Muwatha’, yaitu ktab fiqh yang berdasarkan himpuna hadist-hadist pilihan. Kitab ini ditulis pada masa khalifah Al-Mansyur (754-755) dan selesai pada khalifah Al-Mahdi (755-785). Kitab Al-Muwatha adalah sebuah kitab yang lengkap penyusunannya selain dari kitab Al-Majmu karangan Zaid. Dinamakan Al-Muwatha karena Al-Mansyur ingin menjadikan kitab itu sebuah kitab yang sederhana. Beberapa kitab Imam Malik selain dari kitab Al-Muwatha ialah :
a.         Tafsir Gharibil Quran Risalah fir Rad ‘alalqadariyyah
b.         Risalah fil akdiyyah
c.         Risalah fil fatwa ila abi Ghassan
d.         Kitabussurus
e.         Risalah kepada Ar-Rasyid fil azab wal mawa’is
f.          Kitab An-Nujum wa Hisab madaruz Zaman wa manazilul kamar
g.         Kitab bussiyar
h.         Risalah kepada Al-Laith bin sa’ad
4.      Metode istinbat yang digunakan
Metodologi penetapan huum yang ditempuh oleh imam malik adalah dengan berdasarkan kepada Al-Qur’an kemudian sunnah, hanya saja beliau mendahulukan amalan penduduj Madinah daripada hadist ahad kalau terjadi perbedaan antara keduanya, Imam Malik mendahulukan berpegang kepada amalan penduduk Madinah, karena penduduk madinah mewarisi apa yang mereka amalkan dari ulama salaf mereka. Dan ulama salaf itu mewarisi dari para sahabat. Oleh karena itu, amalan penduduk Madinah lebih kuat dari pada hadist ahad. Dalam hal ini imam Syafi’i dan sebagian dari imam mujtahis lainnya berbeda pendapatnya. Alasannya adalah sunnah itu kebanyakan dibawa oleh sebagian sahabat ke berbagai kota dan daerah-daerah yang sudah ditaklukan atau dikuasai umat islam. Sunnah seluruhnya tidak terbatas pada amalan penduduk Madinah saja, itu hanya sebagian saja yang merupakan amalan penduduk Madinah.  Bahkan justru kebanyakan sunnah terdapat ditempat-tempat lain diluar Madinah. Oleh karena itu mereka berpedoman kepadanya tanpa mempertimbangkan sesuai dengan amalan penduduk Madinah atau tidak.[11]
Setelah sunnah yang dijadikan dasar metodologi penetapan hukum, Imam Maliki juga merujuk kepada metodologi qiyas atau analogi. Selain itu, juga banyak persoalan hukum dalam mazhab aliki yang dibangun dengan menggunakan metode maslahah-mursalah. Bahkan menggunakan maslahah mursalah dalam mentakhis ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat umum. Tetapi beliau mengadakan beberapa syarat yang tertentu untuk berpegang kepada maslahah mursalah yaitu:
a.         Hendknya kemaslahatan yang diikuti itu tidak menyimpang dari salah satu masalah pokok hukum agama, dan juga tidak menolak dalil yang tetap( qat’i) dari dalil-dalilnya.
b.         Hendaklah kemaslahatan itu diterima orang yang bijaksana pandai.
c.         Hendaknya dengan kemaslahatan itu terangkat segala keberatan dalam islam.
Sebagai contoh terhadap pengamblan Imam Malik masalah kaidah kemaslahatan, bahwa beliau berpendapat jika harta baitulmal sudah kehabisan sedangkan tentara-tentara berhendak kepada pembelanjaan-pembelanjaan. Maka pemerintah hendak mengambil harta dari orang-orang kaya sekedar mencakupi bagi tujuan tersbut. Sehingga masih terdapat harta di baitulmal. [12]
Beberapa pendapat mengatakan bahwa metode istinbat digunakan oleh Imam Malik ialah sebagai berikut:
a.         Al-Qur’an sebagai sumber hukum yang pertama dan berada diatas yang lainnya.
b.         Al-Sunnah merupakan sumber hukum kedua setelah Al-qur’an, karena fungsinya menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an serta menetapkan hukum sendiri.
c.         Tradisi masyarakat Madinah adalah sejumlah norma adat yang ditaati oleh seluruh masyarakat kota ini.
d.         Ijma’ seluruh pakar hukum islam dan pakar lainnya yang berkaitan dengan masalah umat.
e.         Fatwa sahabat yang dipandang oleh Imam malik  Namun hadis ini lemar, karena sanadnya berhenti pada sahabat.
f.          Qiyas, bagi Imam Malik mencangkup 3 hal. Pertama, menyamakan hukum kasus dengan sumber hukum karena terdapat alasan yang sama (Qiyas Ishthilahi). Kedua, menguatkan hukum yang dikehendaki oleh kebaikan individu atas hukum yang dimunculkan oleh qiyas (isihasan isthilahi).[13]
C.    Muhammad Idris Asy-Syafi’i
Imam Syafi’i adalah seorang keturunan dari Hasyim ibn Abdul Muthalib. Sehingga masih seketurunan dengan Nabi Muhammad SAW. Nama lengkapnya yaitu  Muhammad Ibn Idris Asy-Syafi’i. Beliau dilahirkan di Ghuzzah, sebuah wilayah di dalam negeri Syiria pada tahun 150 H/ 767 M.[14]  Setelah ayahnya awafat, ibunya embawanya ke Palestina. Ia tinggal pada suku Yaman, daerah asal leluhurnya, Kemudian ibunya menuju Makkah bersama Asy-Syafi’i ketika berusia 10 tahun. Sejak masa kanak-kanaknya, Asy-Syafi’i sudah menunjukkan kecerdasaan akal serta daya ingatnya yang mengagumkan. Dia fasih berbicara, menguasai sastra, dan Bahasa Arab yang sangat baik, disamping itu juga menguasai masalah-masalah hukum. Beliau wafat pada akhir bulan Rajab 204 H/ 20 Januari 820 M, di kota Kairo, Mesir. Beliau di makamkan di dekat bukit al-Muqattam. [15]
Sebagai seorang anak yang masih belia, Syafi’i adalah anak yang cerdas dan cemerlang, selalu giat belajar ilmu-ilmu keislaman yang asasi. Sebagaimana setiap anak muslim masa itu, dia mulai dengan belajar Al-Quran dan tamat menghafalkan Al-Quran pada usia menjelang tujuh tahun.
1.      Setting sosial budaya
Imam Syafi’i adalah ulama yang berkepribadian mengesankan, dikenal dengan terus terangnyadan kejujurannya, ketulusannya dan ketakwaannya. Dia menempuh kehidupan dengan sumber daya yang terbatas. Walaupun demikian, dia sangat dermawan kepada fakir miskin dan yang membutuhkan. Penulis biografinya, Ar-Razi, berkata bahwa dia biasa membantu fakir miskin akan segala sesuatu yang dapat diulurkannya. [16]
Ketika Imam Syafi’i berada di Mesir, Dia selalu dikelilingi oleh sejumlah besar ulama dari berbagai daerah yang datang untuk mengaji Fiqh dan Ushul Fiqh kepadanya. Muridnya yang terkenal seperti Rabi bin Sulaiman al-Marahi (wafat 270H/880 M), Abu Ya’kub al-Ruwaiti (wafat 274 H/877 M), dan masih lagi yang lain yang mengikuti pelajarannya dengan semangat serta mencatat setiap katayang disampaikannya dengan cermat dan teliti. Biasa dipraktekan oleh Imam Syafi’i bahwa apapun yang ditulis oleh murid-muridnya dibacakan terlebih dahulu kepadanya dengan suara keras dan dia akan langsung memperbaiki naskah itu apabila dianggap perlu. Inilah sebabnya pengajaran Imam Syafi’i yang paling terinci dapat sampai kepada kita. Karya Imam Syafi’i yang masyhur adalah seperti Al-Umm dan ar-Risalah, merupakan sumbangan paling besar dalam khazanah tatanam hukum Islam.[17]

2.      Setting politik
Ketika Guberbur Yaman mengunjungi Madinah, sangat terkesan dengan kedalaman ilmu Syafi’i. Sampai gubernur ini membujuknya agar menduduki jabatan administrator, akhirnya diterima dan dilaksanakan dalam tempo yang singkat. Kita pun diberi informasi bahwa Asy-Syafi’i segera saja menghadapi pertentangan dengan para pejabat pemerintah sampai dirinya diasingkan ke Irak dengan belenggu yang berat pada tahun 187 H/ 803 M. Berbagai tuduhan yang tidak terbukti, termasuk tuduhan berkomplot ditudingkan kepadanya. Hal ini terjadi pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid dari daulat Abbasiah.[18]
Asy-Syafi’i dibawa ke hadapan khalifah bersama para tuduhan lainnya. Namun Asy-Syafi’i dimaafkan dan dibebaskan oleh khalifah setelah berhasil berbicara dengan fasih membela dirinya. Menurut riwayat, tatkala di hadapan Harun Ar-Rasyid itu, dia berdialog dengan khalifah tentang berbagai disiplin ilmu, termasuk ilmu pengobatan Yunani dan filsafat dalam bahasa-bahasa aslinya. Baginya beruntung pula bahwa Imam Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani (189 H/ 805 M), seorang ulama Hanafi terkenal, hadir pula pada mahkamah khalifah itu. Ulama Hanafi itu membantu Imam Syafi’i dengan menjelaskan bahwa Asy-Syafi’i adalah ulama fiqh yang masyhur, sehingga kehidupannya harus dibela. Diskusi Asy-Syafi’i dengan Harun al-Rosyid itu sangat menyenangkan khalifah, sehingga malah khalifah menjadi pelindungnya.
Asy-Syafi’i memperoleh kedamaian hati dan pikiran di Baghdad dan menghabiskan waktunya untuk mempelajari berbagai hal penting bersama Al-Syaibani. Dengan pengalaman pahitnya bekerja di pemerintahan tempo dulu, dia menyatakan dengan tegas tidak akan mau lagi memangku jabatan di pemerintahan. Meskipun dia telah dilindungi oleh khalifah[19].
3.      Metode keilmuan
Pada mula-mulanya beliau berguru kepada Muslim ibn Az Zani, mufti Makkah. Sesudah beliau meenghafal Al-Quran dalam usia 9 tahun, beliau mempelajari Lughat dan syi’ir. Kemudian beliau  menghadapi hadits, fiqh dan Al Quran.
Untuk memperoleh ilmu, beliau pergi ke Madinah berguru kepada Imam Malik dan ke Irak berguru kepada Muhammad ibn Al-Hasan. Mulanya beliau mengikuti Malik. Akan tetapi sesudah melewat kebeberapa kota dan memperoleh pengalaman baru, beliau membentuk madzhab sendiri, yaitu madzhab qadim (madzhab lama) yang dibentuk di Irak. Kemudian pada tahun 200 H, beliau menuju ke Mesir. Beliau membentuk madzhab jadidnya (madzhab baru). Di Mesir inilah beliau menyusun kitab-kitabnya yang terkenal hingga sekarang, diantaranya Ar Risalah, sebagai kitab pertamanya dalam ilmu Ushul Fiqh dan kitab yang lainnya yaitu Al Umm. [20]
Pemikiran fiqh mazhab ini diawali oleh Imam Syafi’i, yang hidup di zaman pertentangan antara aliran Ahlul Hadits (cenderung berpegang pada teks hadist) dan Ahlur Ra’yi (cenderung berpegang pada akal pikiran atau ijtihad). Imam Syafi’i belajar kepada Imam Malik sebagai tokoh Ahlul Hadits, dan Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani sebagai tokoh Ahlur Ra’yi yang juga murid Imam Abu Hanifah. Imam Syafi’i kemudian merumuskan aliran atau mazhabnya sendiri, yang dapat dikatakan berada di antara kedua kelompok tersebut. Imam Syafi’i menolak Istihsan dari Imam Abu Hanifah maupun Mashalih Mursalah dari Imam Malik. Namun demikian Mazhab Syafi’i menerima penggunaan qiyas secara lebih luas ketimbang Imam Malik. Meskipun berbeda dari kedua aliran utama tersebut, keunggulan Imam Syafi’i sebagai ulama fiqh, ushul fiqh, dan hadits di zamannya membuat mazhabnya memperoleh banyak pengikut; dan kealimannya diakui oleh berbagai ulama yang hidup sezaman dengannya.
4.      Metode istinbat yang digunakan
Di dalam Ar-Risalah, Imam Syafi’i menerangkan bahwa dasar-dasar tasyri yang dipeganginya, ialah:
a.         Al-Quran,  tafsir secara lahiriah, selama tidak ada yang menegaskan bahwa yang dimaksud bukan arti lahiriahnya. Imam Syafi'i pertama sekali selalu mencari alasannya dari Al-Qur'an dalam menetapkan hukum Islam.
b.         As-Sunnah, dari Rasulullah SAW. kemudian digunakan jika tidak ditemukan rujukan dari Al-Quran. Imam Syafi'i sangat kuat pembelaannya terhadap sunnah sehingga dijuluki Nashir As-Sunnah (pembela Sunnah Nabi).
c.         Ijma’, atau kesepakatan para Sahabat Nabi, yang tidak terdapat perbedaan pendapat dalam suatu masalah. Ijma' yang diterima Imam Syafi'i sebagai landasan hukum adalah ijma' para sahabat, bukan kesepakatan seluruh mujtahid pada masa tertentu terhadap suatu hukum; karena menurutnya hal seperti ini tidak mungkin terjadi.
d.         Qiyas, yang dalam Ar-Risalah disebut sebagai ijtihad, apabila dalam ijma' tidak juga ditemukan hukumnya. Akan tetapi Imam Syafi'i menolak dasar istihsan dan istislah sebagai salah satu cara menetapkan hukum Islam.[21]

Asy-Syafi’i telah dapat mengumpulkan antara thariqot Ahlur Ra’yi dengan thariqot Ahlul Hadits. Lantaran itu menjadilah madzhabnya tidak terlalu cenderung kepada Ahlul Hadits dan tidak terlalu cenderung kepada madzhab Ahlur Ra’yi. Beliau menerima Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, Qiyas dan Al-Istidlal. Tetapi menolak Istihsan yang dipegang oleh Abu Hanifah dan mashlahah mursalah yang dipegangi oleh Malik. Diantara kitab Asy Syafi’i yang terpenting yang sampai kepada kita adalah : Ar Riasalah. Dalam bidang Ushul Fiqh, Al Umm dalam bidang fiqh, Mukhtaliful Hadits dan Musnad dalam Hadits. [22]

D.    Ahmad bin Muhammad bin Hambali
Mazhab Hambali memiliki nama lengkap Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hambal, lahir di Marwa, tanggal 20 Robi’ al-Awwal 164 H[23].  Wafat pada tahun 214 Hijriyah.
Beliau seorang imam yang selalu melawat ke berbagai kota untuk mencari ilmu dan hadis. Dengan usaha yang kenal payah beliau menghimpun sejumlah 40.000 hadist di dalam kitab musnadnya. Imam Ahmad terkenal sebagai seorang imam yang menjauhkan diri dari qiyas dan kuat berpegang pada nash kitab dan hadist. Karenanya sebagian ulama menggolongkan beliau ke dalam golongan ahli hadist, tidak ke dalam golongan para mujtahid.
Imam Ahmad memiliki daya ingat yang kuat dan ini adalah kemampuan yang umum terdapat pada ahli-ahli hadist. Beliu juga sabar dan ulet, memiliki keinginan yang kuat dan teguh dalam pendirian.
Pada mulanya Ibnu Hambal ini berguru kepada Asy Syafi’i, kemudian barulah beliau membangun mazhab sendiri.[24]
1.      Setting sosial budaya
Selama hidupnya, Ahmad Ibn Hambal terkenal wara’, pendiam, suka berfikir, peka terhadap kondisi sosial, dan suka bertukar pendapat. Beliau mempunyai pikiran yang cemerlang, wawasan yang luas dan kepribadian yang baik. Ketika Imam Syafi’i belajar di Baghdad dan menuju Mesir pernah mengatakan sebagai berikut ‘’ketika saya meninggalkan Baghdad, disana tidak ada orang yang lebih pandai di bidang fiqih, lebih wara’, lebih zuhud dan lebih alim dari Ahmad ibn Hambal’’.
Menurut Ishak Ibn Rahawaih, Ahmad adalah Hujjah antara hamba dengan Allah di muka bumi ini. Ahmad mengalami suatu kehidupan yang disiplin dan sholeh. Ia sangat mencintai ilmu hadis sehingga rela berkelana dari suatu negeri ke negeri lain demi ilmu tersebut. Ia adalah pencinta Nabi sejati yang sepanjang hidupnya mencoba menanamkan semangat dasar ajaran al-Qur’an dan Sunah.
Sebagian ulama berpendapat bahwa penganut mazhab Hambali tidak banyak Ahmad terlalu keras ekstrim berpegang pada riwayat. Ahmad bahkan bersikukuh untuk tidak berfatwa tentang sesuatu yang tidak ada nassnya. Mazhab hambali di pandang  tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat yang menghadapi persoalan yang terus berkembang karena terlalu sempit, tidak leluasa menggunakan qiyas, atau istihsan dan maslahah sebagaimana pada mazha
2.      Setting politik
Mazhab Hambali adalah mazhab yang sekarang berkembang di dunia Islam. Mula- mula berkembang hanya di Baghdad. Kemudian di abad yang keempat baru melampaui perbatasan Irak dan diakhiri abad yang keenam berkembang di Mesir. Dengan usaha Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayim mazhab ini lebih berkembang lagi dan di abad ke-12 Hijriyah dengan kesungguhan Muhammad ibn Abdil Wahhab mazhab Hambal menjadi mazhab penduduk Najed, terutama di masa pemerintahan raja Abdil Aziz as Su’udi. Mazhab hambal sekarng resmi menjadi pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai pengikut yang tersebar di seluruh jazirah Arab, Palestina, Syria, dan Irak. [25]
Kebesaran dan masyhuran nama Ibn Hambal dikarenakan perlawanannya terhadap dogma-dogma agama dan politik yang disebarkan oleh kekhalifahan Abbasiyah yang menurut Ahmad tidak berdasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadist. Bahkan para pengausa mengeksploitasikan agama sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan dan hak-hak istimewa mereka dalam perekonomian. Kaum Mu’tazilah adalah penasehat resmi otokrasi Abbasiyah. Formulasi teologis dari doktrin penciptaan al-Qu’an secara politis digunakan untuk menekan para tokoh masyarakat, buruhdan budak yang berada di bawah kekuasaan rezim feodal. Masyarakat dicekam rasa ketakutan menghadapi pengujian yang bisa mengantarkan mereka ancaman Mihnah.
Ibn Hambal percaya bahwa melalui al-Qur’an yang memberikan aturan hidup bagi orang beriman. Sunnah nabi juga mengandung petunjuk-petunjuk etis legal yang menuntut adanya penyerahan diri secara total terhadap kehendak Allah dalam rangka memenuhi perintahnya. Ahmad percaya bahwa iman harus diwujudkan dengan perkataan dan perbuatan. Iman bisa bertambah dan berkurang. Atas dasar inilah Ibn Hambal menolak dogma religio politik. Dinasti Abbasiyah yang mengklaim bahwa al-Qur’an adalah diciptakan sehingga tidak dapat menjadi sumber inspirasi yang abadi bagi kehidupan muslim.  
3.      Metode keilmuan
Imam Ahmad ibn Hambal adalah anak yang cerdas dan rasa ingin tahunya besar, sangat bersemangat melanjutkan pelajaran. Dia mulai belajar khasanah hadis tahun 179 H ketika masih beru berusia 16 tahun. Dikatakan bahwa dirinya bercita-citaingin menjadi ulama yang besar sehingga dia hafal satu juta hadis. Oleh karenanya dia mendasarkan pendapat hukumnya atashadis semata, dan menjadi seorang ulama terkemuka pada masanya dan sampai akhir zaman. [26]
Imam Ahmad tidak suka jika ada yang menulis pendapat dan fatwanya. Kalaupun ada, paling hanya berupa catatan khusus untuknya yang memuat beberapa masalah fiqih, dan tidak boleh ditulis hanyalah al-Qur’an dan Sunah agar ia tetap menjadi refrensi utama masyarakat untuk mempelajari hukum taklif. Salah seorang muridnya yang bernama Ishaq Al-Kusaj pernah menulis pendapatnya kemudian menyebarkannya di Khurasah. Imam Ahmad menunjukkan ketidaksukaannya mengetehui hal tersebut. Oleh karena itu, kalangan yang berjasa menuliskan mazhab Imam Ahmad adalah murid-muridnya. Merekalah yang mengumpulkan pendapat da fatwa sang Imam, lalu menyusunnya sesuai dengan urutan bab fiqih.
Adapun orang yang pertama menyebarkan mazhab Imam Ahmad adalah putranya yang bernama Shalih bin Ahmad bin Hambal (wafat 266 H). [27]
Kitab yang merupakan kitab dasar bagi mazhab Ahmad, ialah musnadnya yang telah mendapat sambutan yang besar dari seluruh ulama dari segenap mazhab.
Diantara ulama yang mengembangkan mazhabnya:
1.      Al Astram Abu Bakar Ahmadibn Hani al Khurasan, pengarang As Sunah (wafat 273 H).
2.      Ahmad ibn Muhammad ibn al Hajjaj al Marwawi (wafat 275 H)
3.   Ibn Ishaq al Harbi (wafat 285 H)
4.   Al Qasim Umar ibn Abi Ali Al Husai al Khiraqi 9wafat 334 H)
5.   Abdul Aziz ibn Ja’far (wafat 363 H).  [28]

4.      Metode istinbat yang digunakan
Adapun sumber hukum dan metode istinbath Imam Ahmad ibn Hanbal dalam menetapkan hukum adalah:
1.      Nash dari Al-Qur'an dan Sunnah yang shahih.
2.      Fatwa para sahabat Nabi SAW, apabila tidak memperoleh nash. Apabila ia tidak mendapatkan suatu nash yang jelas, baik dari Al-Qur'an maupun dari hadits shahih, maka ia menggunakan fatwa-fatwa dari para sahabat Nabi yang tidak ada perselisihan di kalangan mereka.
3.      Apabila terdapat perbedaan di antara fatwa para sahabat, maka Imam Ahmad ibn Hanbal memilih pendapat yang lebih dekat kepada Al-Qur'an dan Sunnah
4.      Hadits Mursal atau Hadits Dha'if , jika tidak berlawanan dengan suatu astar atau dengan pendapat seseorang sahabat.
5.      Qiyas
Apabila Imam Ahmad ibn Hanbal tidak mendapatkan nash dari hadits mursal dan hadits dha'if, maka ia menganalogikan / menggunakan qiyas. Qiyas adalah dalil yang digunakan dalam keadaan dharurat (terpaksa). Mazhab ini juga menerima istihsan, sadd az-Zari’ah, ’urf, istishab, dan al-maslahah al-mursalah sebagai dalil dalam menetapkan hukum Islam.[29]

IV.             KESIMPULAN
a.      Abu Hanifah Annu’man
Mazhab hanafi adalah mazhab tertua diantara empat mazhab ahlus sunah wal jama’ah yang populer. Pendirinya bernama Imam Abdul Hanifah An-Nu’man bin Tsabit bin Zutha At-tamimiy, terkenal dengan Sebutan Imam Ahli  Al-Ra’yi ( imam ahli logika ). Seorang non arab yang dilahirkan di kuffah tahun 80 H pada khalifah Abdul Malik bin Marwan ( dinasti umayyah)
b.      Malik bin Anas
Imam malik adalah imam yang kedua dari imam-imam empat serangkai dalam Islam dari segi umur. Ia di lahirkan tiga belas tahun setelah kelahiran Abu Hanifah. Imam Malik dilahirkan pada zaman pemerintahan Al-Wahid bin Abdul Malik Al-Umawi. Imam Malik dilahirkan disuatu tempat yang dinamakan Zulmarwah di sebelah utara ‘Al-Madinatul-Munawaroh’ kemudian beliau tinggal di ‘Al-akik’ untuk sementara waktu sebelum akhirnya beliau menetap di Madinah
c.       Muhammad Idris Asy-Syafi’i
Imam Syafi’i adalah seorang keturunan dari Hasyim ibn Abdul Muthalib. Sehingga masih seketurunan dengan Nabi Muhammad SAW. Nama lengkapnya yaitu  Muhammad Ibn Idris Asy-Syafi’i. Beliau dilahirkan di Ghuzzah, sebuah wilayah di dalam negeri Syiria pada tahun 150 H/ 767 M
d.      Ahmad bin Muhammad bin Hambali
Mazhab Hambali memiliki nama lengkap Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hambal, lahir di Marwa, tanggal 20 Robi’ al-Awwal 164 H .  Wafat pada tahun 214 Hijriyah.
Setting politik sosial dan budaya berbeda-beda. Dalil yang utama yang dijadikan sebagai sumber berijhtihad empat madzhab yaqni, Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma, dan Qiyas.
V.                PENUTUP.
Demikian makalah ini yang dapat kita sampaikan, semoga apa yang ami sampaikan bermanfaat bagi kita semua. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, baik dalam penulisan maupun dalam cara penyampaian. Untuk itu, mohon kritik dan sarannya untuk memperbaii kekurangan yang ada dalam makalah in





























DAFTAR PUSTAKA

Asy-Syurbasi ahmad. 2008. Sejarah dan Biografi Empat Mazhab. Jakarta : Amzah.
Hasan Khalil Rasyad. 2009. Tarikh Tasyri’. Jakarta : Amzah
I Rahman. 2002. Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah). Jakarta : Raja Grafindo Persada
Muhammad Hasbi Tengku. 1987. Pengantar Ilmu Fiqih. Semarang : PT Pustaka Rizqi Putra
Supriadi Dedi. 2013. Ushul Fiqh perbandingan. Bandung : Pustaka Setia
Wahhab Klalaf Abdul. 2001. Sejarah Pembentukan & Perkembangan Hukum Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada
http://id.wikipedia.org/wiki/Mazhab_Syafi'i, 22/05/2014, 04.00 WIB


[1] Rasyad Hasan Khalil. Tarikh Tasyri’.(Jakarta: Amzah.2009).hlm 99
[2] Rasyad Hasan Khalil. Tarikh Tasyri’.(Jakarta: Amzah.2009).hlm 173
[3] Rasyad Hasan Khalil. Tarikh Tasyri’.(Jakarta: Amzah.2009).hlm 176
[4] Dedi Supriadi. Ushul Fiqh Perbandingan.(Bandung: Pustaka Setia).hlm 50
[5] Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab, (Jakarta: Amzah, 2008), hlm. 71
[6] Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab, (Jakarta: Amzah, 2008), hlm. 72
[7] Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, (Kairo: Mu’assasah Iqro’
[8] Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab, (Jakarta: Amzah, 2008), hlm. 92
[9] Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab, (Jakarta: Amzah, 2008), hlm. 93
[10] Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab, (Jakarta: Amzah, 2008), hlm. 76
[11]   Abdul Wahhab Khalaf, Sejarah Pembentukan & Perkembangan Hukum Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 109
[12]   Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab, (Jakarta: Amzah, 2008), hlm. 88
[13]   http://gudangmakalahku.blogspot.com/2013/04/pemikiran-dan-dasar-dasar-istinbat.html/ diakses pada: 06 April 2014
[14]   Tengku Muhammad Hasbi Ash shiddieqy. Pengantar Ilmu Fiqih. (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra. 1987). hlm 126
[15]  A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-hukum Allah (Syariah), Jakarta; PT. RajaGrafindo Persada, 2002, hlm. 144
[16] A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-hukum Allah (Syariah), Jakarta; PT. RajaGrafindo Persada, 2002, hlm.143-144
[17]   A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-hukum Allah (Syariah), Jakarta; PT. RajaGrafindo Persada, 2002, hlm.143
[18] A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-hukum Allah (Syariah), Jakarta; PT. RajaGrafindo Persada, 2002,hlm. 141
[19] A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-hukum Allah (Syariah), Jakarta; PT. RajaGrafindo Persada, 2002,hlm. 142
[20] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar  Ilmu Fiqh, Semarang; PT. Pustaka Rizki Putra,1999, hlm. 123
[21]  http://id.wikipedia.org/wiki/Mazhab_Syafi'i, 22/05/2014, 04.00 WIB
[22] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar  Ilmu Fiqh, Semarang; PT. Pustaka Rizki Putra,1999, hlm. 124
[23]  A. Rahman I. Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah). (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada. 2002). hlm.145 
[24]   Tengku Muhammad Hasbi Ash shiddieqy. Pengantar Ilmu Fiqih. (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra. 1987). hlm 125
[25] Tengku Muhammad Hasbi Ash shiddieqy. Pengantar Ilmu Fiqih. (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra. 1987). hlm 127
[26]  A. Rahman I. (Syariah Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah). (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada. 2002). hlm 146 
[27]   Rasyad Hasan Khalil. Tarikh Tasyri’.(Jakarta: Amzah.2009).hlm 197
[28]   Tengku Muhammad Hasbi Ash shiddieqy. Pengantar Ilmu Fiqih. (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra. 1987). hlm 126-127
[29]   Tengku Muhammad Hasbi Ash shiddieqy. Pengantar Ilmu Fiqih. (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra. 1987). hlm 126

Tidak ada komentar:

Posting Komentar